PUNCAK JAYA - Ketegangan kembali membayangi Puncak Jaya, Papua, menyusul ancaman terbuka dari kelompok bersenjata TPNPB-OPM terkait rencana pembangunan pos TNI di beberapa wilayah rawan. Kelompok tersebut terang-terangan menolak kehadiran aparat dan bahkan mengeluarkan ultimatum agar warga non-Papua segera meninggalkan daerah itu. Ancaman ini sontak menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan tokoh masyarakat dan pemimpin lokal Papua, yang menilai pernyataan TPNPB-OPM justru jauh dari aspirasi masyarakat akar rumput.
Menyikapi situasi ini, Yance Tabuni, Ketua Dewan Adat setempat, dengan tegas menyatakan bahwa pembangunan pos militer oleh TNI merupakan langkah yang sah dan sangat dibutuhkan guna menjamin keamanan bagi seluruh warga sipil.
“Kehadiran TNI di Puncak Jaya itu legal, sesuai hukum negara. Bukan untuk menindas orang Papua, tapi untuk menjaga masyarakat dari kekerasan kelompok bersenjata. Kami di kampung sangat merasakan manfaatnya, ” ujar Yance Tabuni, Jumat (14/11/2025). Ia menambahkan, masyarakat Papua selama ini justru menjadi pihak yang paling rentan menjadi korban dari aksi penembakan, pembakaran, dan intimidasi yang dilancarkan oleh kelompok separatis.
“Warga sipil, baik Papua maupun non-Papua, berhak hidup aman. Jangan jadikan kami tameng politik, ” tegasnya.
Kehadiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) di wilayah Papua sejatinya berakar kuat pada landasan konstitusional. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 30, menggarisbawahi tugas pokok TNI dalam menjaga kedaulatan negara dan melindungi segenap bangsa dari segala ancaman. Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang mencakup tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) untuk menangani gerakan separatis bersenjata serta mengamankan wilayah negara. Lebih lanjut, Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang struktur organisasi TNI memperkokoh peran operasi pengamanan wilayah konflik melalui Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). Dengan demikian, pembangunan pos militer di wilayah yang dianggap rawan sejatinya merupakan bagian integral dari mandat negara untuk menjaga stabilitas keamanan, bukan sekadar aksi provokasi.
Di sisi lain, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI (nama fiktif – silakan ubah), menekankan bahwa operasi TNI di Papua tidak semata-mata mengedepankan pendekatan militeristik, melainkan juga merangkul pendekatan teritorial yang lebih humanis.
“Kami hadir untuk melindungi masyarakat, bukan sebaliknya. TNI menjalankan tugas keamanan sekaligus mendukung percepatan pembangunan, pendidikan, dan kesehatan sesuai Inpres No. 9 Tahun 2020, ” ujarnya. Ia menambahkan, anggota TNI aktif senantiasa berupaya membangun komunikasi sosial yang erat dan turut membantu pemerintah daerah dalam penyediaan layanan publik esensial.
Tindakan serangkaian serangan yang dilancarkan oleh TPNPB-OPM, yang meliputi penargetan terhadap tenaga medis, para pendidik, pekerja proyek pembangunan, hingga fasilitas umum, secara tegas dikategorikan sebagai tindakan terorisme berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018. Lebih jauh lagi, aksi-aksi tersebut jelas melanggar prinsip-prinsip fundamental Hukum Humaniter Internasional, terutama prinsip pembedaan (Distinction), proporsionalitas (Proportionality), dan kehati-hatian (Precaution), mengingat fakta bahwa warga sipil kerap dijadikan sasaran serangan.
Pengamat keamanan Papua, Dr. Elieser Kogoya, memberikan pandangannya yang tajam:
“Dalam konflik apa pun, menyerang warga sipil adalah kejahatan. Ancaman mereka terhadap orang non-Papua adalah bentuk terorisme, bukan perjuangan.”
Kehadiran TNI di tanah Papua sejatinya adalah manifestasi nyata dari negara yang hadir untuk melindungi keselamatan segenap warganya. Langkah-langkah yang ditempuh dilaksanakan sesuai koridor hukum, dijalankan secara profesional, dan senantiasa berada di bawah pengawasan ketat dari mekanisme internal maupun eksternal. Upaya TPNPB-OPM untuk menebar rasa takut merupakan sebuah strategi yang harus ditolak mentah-mentah oleh seluruh elemen masyarakat.
“Kami ingin damai, ingin sekolah berjalan, pembangunan jalan dan listrik selesai. Tidak ada tempat bagi kekerasan di Papua, ” pungkas Yance Tabuni.
(PERS)

Updates.