PUNCAK - Di tengah lanskap Kabupaten Puncak, Papua Tengah, sebuah sinergi tak terduga terjalin. Personel Satgas Pamtas RI-PNG Yonif 732/Banau tak hanya menjaga batas negara, tetapi juga merajut kebersamaan dengan warga Kampung Julukoma, Distrik Beoga. Kamis lalu, (27/11/2025), prajurit pos ini bahu-membahu dengan masyarakat membangun rumah adat Honai, sebuah simbol kehangatan dan kebersamaan keluarga.
Kegiatan karya bakti ini bukan sekadar mendirikan bangunan, melainkan wujud nyata dukungan tanpa pamrih. Dari merakit rangka kayu hingga memasang serat pengikat dan papan dinding, setiap tahapan dikerjakan bersama. Serda Gailea, Bintara Pembina Desa (Babinsa) Pos Julukoma, memimpin langsung upaya ini bersama enam personel Satgas, menunjukkan betapa dekatnya mereka dengan denyut nadi kehidupan warga.

Proses pembangunan yang memakan waktu hampir lima jam ini memanfaatkan kekayaan alam lokal, kayu papan dan serat alam, menjadi bukti adaptasi dan kemandirian. Namun, bagi warga, bantuan ini lebih dari sekadar logistik dan tenaga. Amos Gwijangge, seorang tokoh masyarakat Kampung Julukoma, mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam.
“Mereka datang saat kami mulai kerja. Tidak kami minta, tapi mereka langsung bantu. Itu yang buat kami hormat. Sekarang honai bisa selesai lebih cepat, keluarga bisa segera menempati, ” ujar Amos Gwijangge, Kamis (27/11/2025).
Kepala Distrik Beoga, Stefanus Murib, melihat keterlibatan TNI ini sebagai model kolaborasi yang ideal antara keamanan dan pembangunan di kawasan perbatasan yang seringkali menghadapi tantangan geografis. Kehadiran Satgas, menurutnya, menciptakan rasa aman bagi warga untuk fokus pada aktivitas produktif.
“Kehadiran Satgas membuat kampung merasa aman untuk bekerja bangun rumah, kebun, dan sekolah. Bantuan fisik seperti ini memperkuat kohesi sosial, terutama menjelang Nataru, saat mobilitas warga meningkat, ” kata Stefanus Murib, Kamis (27/11/2025).
Lettu Inf Dismas Redha, Komandan Pos Julukoma, menegaskan bahwa tugas prajurit tidak hanya terbatas pada pengamanan perbatasan. Menyadari pentingnya kebutuhan dasar masyarakat, terutama di wilayah dengan infrastruktur terbatas, mereka berkomitmen untuk menyentuh aspek kehidupan warga.
“Keamanan perbatasan kami jaga, tapi keselamatan hidup warga juga harus terasa. Honai bukan sekadar rumah, tapi ruang sosial keluarga. Kami membantu agar kehidupan kampung tetap berjalan tanpa rasa khawatir, ” ujar Lettu Inf Dismas Redha, Kamis (27/11/2025).
Semangat gotong royong ini menular hingga ke kaum ibu. Yosefina Gwijangge, salah satu warga pemilik rumah, bercerita bagaimana kehadiran prajurit memberikan energi baru bagi para mama untuk turut serta.
“Kalau laki-laki dan tentara angkat balok, kami siapkan makanan dan air. Gotong royong jadi lebih hidup. Rumah adat ini kami bangun bersama, ” katanya, Kamis (27/11/2025).
Satgas Pamtas Yonif 732/Banau bertekad untuk terus melanjutkan karya bakti dan pendampingan komunitas di kampung-kampung binaan sepanjang perbatasan, hingga akhir masa penugasan mereka, meninggalkan jejak kebersamaan yang tak ternilai.

Updates.