INTAN JAYA - Senyap pegunungan Pogapa pecah oleh sorak-sorai kebersamaan pada perayaan Natal tahun ini. Gereja GKII Pogapa menjadi saksi bisu sejarah baru kehidupan sosial di Distrik Homeyo, ketika ratusan jemaat dari empat klasis berbeda Pogapa, Zobandoga, Dimibong, dan Suteng beribadah bersama pada Senin, (1/12/2025). Momen langka ini menandai kembalinya mereka ke pangkuan gereja setelah lebih dari dua dekade terpisah, sebuah penanda harapan yang terwujud melalui Ibadah Gerbang Natal Lintas Klasis.
Inisiatif luar biasa ini lahir dari kolaborasi erat antara Pemerintah Daerah Kabupaten Intan Jaya dan Satgas Pamtas RI–PNG Mobile Yonif 113/Jaya Sakti (JS). Tak hanya mengemban tugas menjaga perbatasan, para prajurit ini juga tampil sebagai perekat keharmonisan sosial masyarakat pedalaman.

Sejak fajar menyingsing, langkah-langkah kaki warga terdengar menembus dinginnya rimba pegunungan, datang dari kampung dan lembah yang berjauhan. “Ini bukan sekadar ibadah, ini pertemuan kembali saudara yang lama terpisah, ” bisik beberapa warga penuh haru saat tiba di halaman gereja, membawa kerinduan yang terpendam.
Penanda Keamanan dan Kepercayaan yang Nyata
Usai ibadah yang mengharukan, Danpos TK/Pogapa, Kapten Inf Kresna Cakra Wijaya, S.Tr.(Han), memimpin langsung kegiatan bakti sosial. Satgas dengan sigap menyalurkan 30 paket makanan siap saji dan 35 pasang baju layak pakai kepada warga. Bantuan ini dipilih dengan cermat, disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan, di mana akses logistik harian kerap terputus akibat tantangan geografis dan cuaca ekstrem.
“Kami menyaksikan bahwa ruang-ruang kumpul seperti gereja adalah tempat paling tepat memastikan bantuan juga menjadi perekat kepercayaan publik. Hari ini, kami tidak membawa komando, kami membawa piring makan dan pakaian, karena itu kebutuhan nyata saudara-saudara kami, ” ujar Kapten Kresna dengan tulus kepada wartawan, menekankan pendekatan kemanusiaan yang diusung.
Suara Pemuka Gereja: “Persatuan di Papua Dimulai dari Duduk Bersama, Berdoa Bersama”
Kepala Klasis Pogapa, Bapak Darius D. Bagau (62), tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya melihat momen bersejarah ini. Beliau menyebut kegiatan ini bukan hanya sekadar momentum spiritual, melainkan sebuah terobosan kultural yang membanggakan di pedalaman Intan Jaya.
“Sudah lama kami rindu duduk bersama lintas klasis seperti ini. Persatuan di Papua itu dimulai dari duduk bersama, berdoa bersama, dan hari ini juga makan bersama. Kami berterima kasih karena prajurit hadir sebagai pengayom, bukan hanya penjaga wilayah, ” ungkap Darius, matanya berkaca-kaca.
Kesaksian Warga: “Mereka Tidak Hanya Jaga Perbatasan, Mereka Menjaga Kami”
Tokoh perempuan Kampung Pogapa, Mama Agnes Tabuni (49), merasakan getaran harapan yang mendalam. Beliau menilai kehadiran para prajurit yang duduk berdampingan di kursi-kursi gereja adalah pesan paling kuat bahwa pedalaman Papua tidaklah sendiri.
“Mereka jaga perbatasan, tapi mereka juga menjaga kami. Itu yang kami lihat dan rasa langsung, ” tutur Mama Agnes dengan penuh keyakinan.
Sementara itu, Ibu Dewina Bagubau (31), seorang ibu muda yang turut menerima bantuan, membagikan testimoninya dengan perspektif personal yang menyentuh. Baginya, rasa aman yang diberikan jauh lebih berharga dari bantuan materiil.

“Hari ini kami berdoa dan makan tanpa rasa takut. Makanan dan baju ini penting, tapi rasa aman itulah yang terbesar. Mereka tidak hanya mengibarkan bendera, tapi mengibarkan kepercayaan, ” ucap Ibu Dewina, air mata haru membasahi pipinya.
Operasi yang Merawat, Bukan Sekadar Bergerak
Panglima Komando Operasi TNI Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto, dalam keterangannya menegaskan pergeseran paradigma operasi di Papua. Kini, fokus utama adalah pada keamanan berkelanjutan melalui pendekatan sosial yang mendalam.
“TNI tidak ingin berada di luar kehidupan masyarakat. Jika ibadah bisa menjadi ruang temu saudara, maka kami juga harus ada di dalamnya. Tidak ada cara lebih kuat merawat persatuan selain hadir pada denyut hidup rakyatnya sendiri, ” tegas Mayjen TNI Lucky Avianto, menggarisbawahi komitmen TNI untuk selalu bersama rakyat.
Di Pogapa, rimba bukan lagi sekadar metafora ujung negeri yang terpencil. Ia kini menjadi saksi bisu bagaimana persatuan di pedalaman tumbuh subur melalui kekuatan doa, kehangatan makanan, dan kebaikan pakaian hadiah Natal yang menembus batas senyap, mengukir memori indah di hati warga, sekaligus menegaskan misi mulia TNI: mengabdi sambil merawat asa generasi bangsa.

Updates.