PAPUA BARAT DAYA - Di tengah dinginnya udara pegunungan Papua Barat Daya, prajurit TNI Angkatan Laut dari Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) RI-PNG Mobile Yonif 10 Marinir/Satria Bhumi Yudha (SBY) Pos Bousha, pada Sabtu (29/11/2025), membawa kehangatan tak hanya melalui kehadiran, tetapi juga paket sembako. Aksi sosial ini menyentuh langsung denyut kehidupan masyarakat di Kampung Bousha, Distrik Aifat Timur, Kabupaten Maybrat, sebuah wilayah yang kerap bergulat dengan tantangan geografis.
Kegiatan penuh makna ini berlangsung selepas patroli teritorial pagi, disambut antusias oleh warga. Sejak pukul 07.30 WIT, para mama dan anak-anak telah menanti di balai kampung, tak sabar menanti uluran tangan para pahlawan penjaga perbatasan. Suhu udara yang menusuk tulang, berkisar antara 8 hingga 10 derajat Celsius, justru tak mampu memadamkan semangat kebersamaan yang terpancar.

Komandan Satgas, Letkol Marinir Aris Moko, menegaskan bahwa bakti sosial ini lebih dari sekadar seremoni. Ini adalah perwujudan nyata kehadiran negara dalam menjawab kesulitan logistik yang sering diperparah oleh cuaca ekstrem dan melambungnya harga kebutuhan pokok di daerah pedalaman.
“Distribusi pangan di sini tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Cuaca berubah cepat, akses pasar jauh, biaya angkut tinggi. Negara harus hadir di tengah situasi itu dan kami jalankan fungsi tersebut, dimulai dari hal paling mendasar, ” tegas Letkol Marinir Aris Moko.
Dampak positif bantuan ini dirasakan langsung oleh Kepala Kampung Bousha, Yakob Wonda (48 tahun). Ia mengungkapkan bahwa kehadiran Satgas dengan membawa kebutuhan dasar bukan hanya memberikan dukungan moril, tetapi juga menguatkan rasa percaya warga terhadap aparat negara.
“Hasil kebun kami sulit keluar kalau kabut tebal turun. Saat Satgas datang dengan sembako, ini bukan hanya membantu makan keluarga kami, tetapi juga memastikan proses hidup di kampung tetap berjalan, ” ujar Yakob Wonda.
Mama Tabita Wonda (36 tahun), salah seorang warga, turut berbagi pengalamannya mengenai tingginya harga kebutuhan pokok di wilayah pegunungan tersebut. Ia menuturkan bahwa harga satu kantong beras di kampungnya bisa berlipat ganda dibandingkan di kota pesisir, terutama saat pasokan menipis.
“Satu kantong beras di sini bisa sangat mahal kalau pasokan kurang. Hari ini, bantuan ini cukup menyelamatkan kebutuhan kami untuk beberapa hari ke depan, ” tuturnya dengan penuh rasa syukur.
Menanggapi inisiatif ini, pengamat keamanan dan sosial Papua, Direktur Lembaga Kajian Wilayah Timur, Dr. Renald Sibarani, menilai strategi yang diterapkan oleh Satgas 10 Marinir ini merupakan cerminan pendekatan militer modern yang berfokus pada pembangunan kepercayaan masyarakat (community trust building).
“Operasi di daerah rawan tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan keras. Memenangkan hati publik melalui dukungan pangan dan layanan dasar, justru mempersempit ruang konflik di akar rumput, ” jelas Dr. Renald Sibarani.
Satgas Yonif 10 Marinir/SBY berkomitmen untuk melanjutkan program serupa secara berkala di kampung-kampung binaan lainnya, sejalan dengan agenda patroli perbatasan dan pembinaan kesehatan bergerak yang terus digalakkan.
