JAYAPURA - Di tengah rentetan propaganda separatis yang dilancarkan kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegaskan kembali komitmennya menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan melindungi seluruh rakyat di Tanah Papua.
Baru-baru ini, TPNPB-OPM menolak rencana pembangunan pos militer TNI di wilayah Puncak Jaya dan beberapa daerah lain yang disebut sebagai “zona perang.” Mereka bahkan mengancam menyerang aparat keamanan dan mengusir warga non-Papua. Namun, ancaman itu tidak berdasar dan bertentangan dengan hukum.
Menurut Pangkoops Habema, Mayjen TNI Lucky Avianto, pembangunan pos militer di wilayah rawan merupakan langkah konstitusional yang sah dan dilandasi aturan hukum.
“Kehadiran TNI di Papua bukan untuk menindas, melainkan menjalankan amanat undang-undang menjaga kedaulatan negara dan keselamatan rakyat. Kami hadir sebagai bagian dari solusi, bukan sumber masalah, ” tegas Mayjen Lucky, Senin (27/10/2025).
Dasar hukum tersebut termuat jelas dalam UUD 1945 Pasal 30 serta Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang menugaskan TNI menjalankan operasi militer selain perang (OMSP), termasuk menghadapi gerakan separatis bersenjata dan menjaga stabilitas keamanan.
Selain aspek keamanan, Mayjen Lucky menegaskan bahwa kehadiran TNI di Papua kini menitikberatkan pada pendekatan humanis dan teritorial, sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Papua dan Papua Barat.
“Prajurit kami membangun sekolah, membantu pelayanan kesehatan, hingga memperbaiki jembatan dan sarana umum. Ini bukti nyata bahwa TNI hadir dengan hati, bukan dengan kekerasan, ” imbuhnya.
Tokoh masyarakat Puncak Jaya, Yance Tabuni, turut mengapresiasi peran TNI dalam membantu masyarakat di wilayah pegunungan.
“Kalau tidak ada TNI, kami tidak bisa tenang. Mereka bantu bangun jalan, antar obat, dan jaga kampung dari serangan. Kami lihat sendiri, mereka kerja bersama rakyat, ” ungkap Yance.
Sementara itu, ancaman TPNPB yang menyerang masyarakat sipil, tenaga kesehatan, dan pekerja proyek infrastruktur telah dikategorikan sebagai tindakan terorisme berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain melanggar hukum nasional, aksi tersebut juga menyalahi Prinsip Hukum Humaniter Internasional yang melarang serangan terhadap warga sipil.
Dalam konteks ini, TNI menegaskan komitmennya menjalankan operasi secara profesional, proporsional, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kami tidak akan mundur dalam menjaga Papua. Tapi setiap langkah yang diambil tetap mengedepankan kemanusiaan, dialog, dan pembangunan, ” tutup Mayjen Lucky dengan tegas.
Kehadiran TNI di Papua adalah representasi kehadiran negara yang sah dan berdaulat. Di balik seragam hijau, ada niat tulus untuk merajut kedamaian, membangun kepercayaan, dan memastikan setiap anak bangsa di Papua tumbuh dalam rasa aman serta sejahtera.
(Lettu Inf Sus/AG)

Updates.