JAYAPURA - Di tengah upaya membangun kedamaian dan kesejahteraan di Tanah Papua, sebuah klaim sepihak kembali mencuat dari luar negeri. Benny Wenda, yang sejak lama bermukim di Inggris, kembali mengumumkan dirinya sebagai “Presiden West Papua.” Namun, pengakuan itu justru mendapat penolakan luas dari rakyat Papua sendiri mereka yang sesungguhnya hidup, berjuang, dan mencintai tanahnya dari lembah hingga pesisir Cenderawasih.
Bagi sebagian besar masyarakat Papua, langkah Benny Wenda hanyalah panggung politik pribadi yang jauh dari realitas kehidupan rakyat Papua. Mereka menilai klaim tersebut tidak mewakili aspirasi, apalagi menggambarkan perjuangan masyarakat yang kini berfokus pada perdamaian dan pembangunan.
“Kami di sini tidak pernah memilih Benny Wenda. Ia tinggal di luar negeri dan tidak tahu apa yang kami alami. Kami ingin hidup damai dan sejahtera di bawah NKRI, bukan dipimpin oleh orang yang hanya tahu berbicara dari London, ” tegas Yance Tabuni, tokoh masyarakat asal Kabupaten Jayawijaya. Jumat (31/10/2025).
Suaranya menggema mewakili banyak warga Papua yang merasa bahwa sosok Benny Wenda telah lama kehilangan kedekatan dengan akar rakyatnya. Baginya, Papua hari ini sedang tumbuh, bukan berpecah.
Penolakan juga datang dari kalangan pemuda. Marthen Wonda, tokoh pemuda asal Nabire, menilai bahwa klaim Benny Wenda hanyalah retorika yang menyesatkan dan penuh kepentingan pribadi.
“Dia sering bilang rakyat Papua tertindas, padahal di sini pembangunan terus berjalan. Rumah sakit, sekolah, jalan, dan jembatan sudah banyak dibangun. Jadi siapa yang dia wakili? Kami tidak butuh janji kosong, kami butuh kedamaian, ” ujarnya lugas.
Dari sisi rohani, para pemuka agama juga menyuarakan keprihatinan yang sama. Pendeta Elias Kogoya, tokoh gereja dari Wamena, menilai bahwa langkah yang diambil Benny Wenda justru menebar perpecahan, bukan kasih.
Kalau benar dia mencintai Papua, seharusnya dia ajak rakyat berdamai, bukan memecah belah. Tuhan mengajarkan kasih, bukan kebencian, ” ucapnya dengan nada tegas namun penuh harapan.
Kini, di berbagai pelosok Papua, rakyat justru berdiri teguh di bawah panji kedamaian dan pembangunan. Mereka ikut membangun sekolah, bertani, membuka usaha kecil, hingga bergotong royong memperkuat desa.
Bagi mereka, Papua bukan milik segelintir orang yang berteriak dari jauh, melainkan milik seluruh rakyat yang bekerja keras demi masa depan anak-anaknya.
Di tanah yang diberkati ini, suara rakyat Papua semakin lantang: “Kami tidak butuh pemimpin bayangan. Kami butuh kedamaian yang nyata.”
Benny Wenda boleh mengaku sebagai presiden, tetapi hati rakyat Papua sudah memilih mereka memilih damai, memilih masa depan, dan memilih Indonesia.
(MN/AG)

Updates.