NDUGA - Di tengah keheningan pagi Pegunungan Tengah Papua, tepatnya di Pos Dal, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, Rabu (26/11/2025), alunan obrolan hangat menggema di ruang keluarga warga, menggantikan hiruk-pikuk kesibukan militer. Sebanyak 400 personel Satgas Yonif 400/Banteng Raiders memilih metode pendekatan yang tak biasa: menyambangi rumah warga satu per satu untuk menggelar Komunikasi Sosial (Komsos). Misi mereka sederhana namun mendalam, yakni mendengarkan langsung denyut nadi keamanan dan kebutuhan paling mendasar masyarakat setempat.
Di setiap sudut kampung, para prajurit hadir menyapa dengan bahasa yang merakyat, duduk akrab di atas tikar ruang tamu, dan dengan teliti mencatat setiap aspirasi yang terucap. Mulai dari cerita tentang rasa aman yang mulai bertumbuh, keluhan mengenai gangguan dari kelompok yang menebar kekerasan, hingga permohonan bantuan logistik dan akses layanan kesehatan.
Kehadiran mereka disambut hangat oleh tokoh masyarakat Dal, Welius Namiangge, yang tak ragu memberikan testimoni tulus.
Ia mengungkapkan, “Mereka bukan hanya berdiri di pos, tapi hadir di rumah kami. Mendengar kami, lalu bantu sebisanya. Di sini, rasa aman itu lahir karena kami bicara langsung tidak lewat orang lain, ” ujar Welius, Rabu (26/11/2025).
Komandan Pos Dal, Letda Inf Prapdi Susanto, menegaskan esensi dari Komsos ini. Ia menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan instrumen krusial dalam membangun ketahanan sosial di masyarakat, memastikan warga tak mudah terjerumus dalam provokasi kekerasan.
“Kami datang menjemput suara rakyat, bukan menunggu. Ketika komunikasi terjaga, isu liar gampang dicegah, dan kebutuhan warga bisa kami petakan untuk koordinasi lanjutan. Itu benteng awal stabilitas, ” tegas Letda Prapdi.
Lebih lanjut, Letda Prapdi memastikan bahwa Satgas tidak hanya berfokus pada aspek keamanan fisik semata, tetapi juga secara aktif berupaya memitigasi pengaruh narasi-narasi yang berpotensi memecah belah keharmonisan kampung.
“Kami ingin masyarakat Dal berani bicara, berani menolak kekerasan, dan percaya bahwa damai lebih kuat dari intimidasi, ” tambahnya, menyuarakan harapan besar untuk masa depan Dal.
Pendekatan humanis ini juga dirasakan dampaknya oleh Mama Yuliana Gwijangge, perwakilan dari kelompok ibu binaan gereja Dal. Ia menyoroti perubahan positif dalam interaksi sosial warga seiring meningkatnya intensitas kunjungan TNI.
“Dulu orang lebih banyak diam. Sekarang kami bisa bicara, karena bapak TNI yang datang duluan. Kalau ada yang mau ganggu kampung dengan kekerasan, kami sudah sepakat bilang tidak, ” ungkap Mama Yuliana dengan keyakinan.
Kegiatan Komsos yang berlangsung tanpa seremoni formal ini membuktikan sebuah fakta baru di Dal: pendekatan teritorial yang dibangun melalui kunjungan personal menjadi tameng kokoh untuk mempererat harmoni di wilayah pedalaman Papua yang kaya akan budaya. Aspirasi yang dijemput langsung dari hati ke hati menciptakan efek psikologis yang kuat; warga merasa benar-benar didengar, yang pada akhirnya menumbuhkan kemandirian dan keberanian untuk menolak segala bentuk kekerasan demi masa depan generasi penerus mereka.

Updates.