PAPUA - Di tengah meningkatnya provokasi dari kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegaskan bahwa kehadiran mereka di Tanah Papua adalah langkah konstitusional, legal, dan sah demi menjaga kedaulatan negara serta melindungi masyarakat sipil dari ancaman kekerasan.
Pernyataan terbaru TPNPB-OPM yang menolak pembangunan pos-pos militer di wilayah Puncak Jaya dan sembilan daerah lainnya disertai ancaman terhadap TNI-Polri serta warga non-Papua, dinilai sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hukum nasional maupun kemanusiaan.
Danrem 173/PVB Brigjen TNI Iwan Setiawan, saat dikonfirmasi di Timika, menegaskan bahwa keberadaan TNI di Papua bukan bentuk penindasan, melainkan amanah konstitusi untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia.
“Pasukan kami hadir bukan untuk menakuti, tapi untuk melindungi. Semua langkah TNI di Papua dilakukan berdasarkan Undang-Undang dan perintah negara. Kami bekerja demi keamanan masyarakat, bukan untuk berperang dengan rakyat, ” tegas Brigjen Iwan, Kamis (23/10/2025).
Kehadiran TNI di Papua sepenuhnya berlandaskan hukum, terutama:
- UUD 1945 Pasal 30, yang menegaskan peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara dan keselamatan bangsa.
- UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang mengatur tugas TNI dalam operasi militer selain perang, termasuk mengatasi gerakan separatis bersenjata.
- Perpres No. 66 Tahun 2019, yang memperkuat struktur Kogabwilhan sebagai garda depan menghadapi ancaman strategis di wilayah Indonesia.
Dengan dasar hukum tersebut, pembangunan pos militer di daerah rawan seperti Puncak Jaya merupakan bagian dari operasi pengamanan negara yang sah. Pos-pos tersebut bukan simbol kekerasan, melainkan upaya menghadirkan rasa aman bagi masyarakat dan mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Selain menjalankan tugas keamanan, TNI juga berperan aktif dalam mempercepat kesejahteraan masyarakat Papua. Melalui pendekatan teritorial yang humanis, prajurit di lapangan turut membantu pembangunan fasilitas umum, penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, serta menjaga komunikasi sosial yang harmonis dengan masyarakat adat.
“Prajurit kami tinggal di tengah masyarakat, membantu membangun jembatan, sekolah, bahkan mengajar anak-anak. Inilah wajah TNI di Papua bukan tentara penindas, tapi sahabat rakyat, ” ujar Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Oscar Sihombing.
Kehadiran TNI di Papua juga selaras dengan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua dan Papua Barat. Artinya, TNI menjadi bagian integral dari strategi nasional untuk memperkuat keamanan sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga di tanah ujung timur Indonesia ini.
Sementara itu, tindakan TPNPB-OPM yang menyerang guru, tenaga medis, dan pekerja infrastruktur sipil telah dikategorikan sebagai aksi terorisme berdasarkan UU No. 5 Tahun 2018. Tindakan tersebut juga melanggar prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional, terutama prinsip Distinction, Proportionality, dan Precaution, yang menegaskan larangan menyerang warga sipil dalam konflik bersenjata.
Tokoh masyarakat Papua Tengah, Pendeta Yonas Tabuni, menilai langkah TNI di Papua sudah tepat dan dibutuhkan untuk mengembalikan rasa aman warga.
“Kalau tidak ada TNI, kami hidup dalam ketakutan. Mereka bantu kami jaga kampung, antar bahan makanan, dan obati warga. Jadi jangan salah paham, TNI di sini bukan musuh, tapi pelindung, ” tegasnya.
Negara melalui TNI hadir di Papua untuk memastikan seluruh warga negara mendapatkan hak yang sama atas rasa aman, pembangunan, dan masa depan yang damai. Setiap langkah yang dilakukan TNI didasarkan pada legalitas, akuntabilitas, dan profesionalitas.
Kekerasan dan propaganda separatis tidak akan pernah bisa menggantikan semangat persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Papua adalah bagian dari Indonesia, dan TNI akan selalu berdiri di garis depan untuk menjaganya dengan hati, dengan kemanusiaan, dan dengan kehormatan, ” tutup Brigjen Iwan Setiawan.
(Lettu Inf Sus/AG)